oleh
DR. H.
Darwinsyah Minin, S.H., M.S
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan
Panca Budi Medan, dan Sekretaris Program Studi Magister Imu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Pembangunan Panca Budi Medan
Abstrak
Perwujudan undang-undang sebagai salah satu
sumber hukum, tidak hanya terdapat peran dan anggota partai politik yang
berkuasa atau yang duduk di legislatif saja. namun ini semua melalui proses
yang panjang dan membutuhkan kontrol dari masyarakat yang tergabung dalam
kelompok sosial. Oleh karena itu, dikaji tentang arti pembangunan hukum dan
peranan kelompok sosial dalam pembangunan hukum. Metode yang digunakan adalah content
analysis (analisis isi) dari referensi yang relevan dengan masalah yang
dibahas. Arti pembangunan hukum dalam masyarakat adalah masyarakat hams aktif
memecahkan masalah hidup dan memiliki sikap terbuka bagi pikiran-pikiran dan
usaha-usaha baru. Kemudian pada taraf pelaksanaan, maka ilmu-ilmu sosial
(sosiologi) berguna untuk mengadakan identifikasi terhadap kekuasaan sosial
dalam masyarakat serta mengamati proses perubahan sosial yang terjadi. Peranan
kelompok sosial dalam pembangunan hukum adalah kelompok sosial yang telah berkembang sejak lama dan dapat
mencapai suatu kemantapan dalam jiwa bagian terbesar warga masyarakat,
dapat membentuk pedoman atau pendorong bagi tata kelakuan masyarakat lainnya.
Nilai-nilai sosial yang abstrak yang terbentuk mendapat bentuk yang konkret di
dalam kaedah-kaedah interaksi kelompok sosial yang merupakan bagian dari
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Kata kunci: Kelompok Sosial, Pembangunan Hukum
A. Pendahuluan
Zoon politicon, demikian yang
dikatakan oleh Aristoteles. Makna kata tersebut menunjukkan bahwa manusia
adalah makhluk sosial, dimana dalam keadaan ini manusia saling membutuhkan satu
sama lain. Kebutuhan tersebut dapatlah terpenuhi
ketika antara manusia yang satu berinteraksi dengan manusia yang lainnya untuk
memenuhi kebutuhan dan kepentingannya dalam kehidupan sehari-hari. Kata sosial
terwujud dengan berkumpul manusia itu dalam satu kelompok yang dikatakan dengan
masyarakat.
Masyarakat merupakan kumpulan dari
orang-orang yang mempunyai aturan atau norma tersendiri yang mengatur perilaku
hidup dalam kesehariannya. Hal demikian tepat digambarkan dalam adagium yang
menyatakan "ibi sosius ibi ius" yang diartikan sebagai
"dimana ada masyarakat di situ ada hukum". Tepat kiranya adagium
tersebut ada dalam masyarakat karena hakekatnya manusia sebagai individu yang
ada di masyarakat memiliki watak dan sifat yang ingin bebas tanpa aturan
tertentu yang mengekang kebebasannya untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Kebebasan yang terkandung dalam diri manusia tersebut
berdampak pada ketidakseimbangan hubungan antara manusia yang satu dengan
manusia yang lain sehingga terjadi kekacauan dalam masyarakat, maka untuk itu
diperlukanlah hukum sebagai pengatur norma perilaku manusia dalam masyarakat.
Wujud pengamalan dari hukum yang mengatur
perilaku manusia maka akan terbentuk masyarakat yang tertib, aman dan damai.[1]
Namun tak selamanya hukum yang ada itu sesuai dengan perkembangan dan kemajuan
masyarakat yang berubah dari maoa ke masa. Hukum berlari-lari terseok-seok
mengejar ketertinggalannya terhadap perkembangan masyarakat. Contoh kecil yang
dapat dikemukakan ialah teknologi internet yang dapat mengakses segala
informasi termasuk hacker dapat membobol dana bank hanya dengan duduk di
depan komputer. Piranti hukum tidak ada yang secara khusus dan menyeluruh
mengatur tentang kejahatan pembobolan dana
yang dilakukan hacker tersebut dan hanya mengandalkan
ketentuan-ketentuan tertentu yang sifatnya umum.
Pembentukan
piranti hukum atau undang-undang yang tepat dalam mengatasi masalah hacker
di atas dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Mulai dari perumusan rancangan undang-undang sampai dengan
pengesahannya, membutuhkan waktu dan persiapan yang panjang. Ketika
diterapkan dalam masyarakat, ada saja bentuk ketertinggalan hukum misalnya
berupa unsur kejahatan yang tidak Iengkap mengaturnya. Kalau tidak ada piranti
hukum yang jelas mengatur tentang kejahatan ini,
maka sudah jelas bahwa hukum yang diterapkan belum mencapai keadilan dan kemanfaatan
di tengah-tengah masyarakat.
Permasalahan yang terdapat di atas
tidak dengan sendirinya terselesaikan tanpa adanya peran dari seluruh
masyarakat yang ada. Untuk itulah peran serta masyarakat dalam membangun hukum
harus diterapkan demi kelangsungan hidup manusia
agar fungsi hukum yakni menjadikan masyarakat yang tertib dan aman dapat terwujud.
Namun dalam kenyataan yang ada, masyarakat tidak dapat dengan sendirinya dapat
bergerak untuk mewujudkan fungsi hukum tersebut kalau tidak dibarengi dengan
pembentukan struktur, sistim dan pola yang terdapat dalam masyarakat itu
sendiri.
Pembentukan struktur, sistim maupun
pola yang ada di masyarakat, salah satunya dapat dituangkan dalam grup atau
kelompok. Dari kelompok ini pula berikutnya dapat diselenggarakan tujuan-tujuan
tertentu yang dapat dicapai dengan hubungan antara anggota yang terdapat dalam
suatu kelompok tersebut. Contoh kecil peran
kelompok ini dalam pernbangunan adalah partai politik, dimana di dalamnya
terdapat anggota-anggota yang memiliki tujuan tertentu termasuk juga membangun suasana
tidak hanya politik, namun tercakup pula hukum. Dengan gencarnya usaha yang
dilakukan suatu partai politik dalam suatu pemilihan umum sehingga diperoleh
hasil dapat memasukkan anggotanya sebagai anggota legislatif yang berdasarkan
hukum ketatanegaraan Indonesia diberi kewenangan untuk membentuk undang-undang.
Pada dasarnya pembuatan undang-undang
itu menguntungkan pihak-pihak tertentu, seperti yang dikatakan Ronny H.
Soemitro, yakni: "Dalam pembuatan hukum yang diuntungkan adalah
orang-orang atau golongan-golongan yang lebih kaya dan yang aktif dalam kegiatan
politik, sedangkan kepentingan-kepentingan rakyat jelata akan dikesampingkan
atau tidak mendapatkan perhatian seperti yang termasuk dalam golongan politik
yang berkuasa".[2]
Tidak tepat kiranya Indonesia saat
sekarang ini sebagai negara yang demokratis terdapat nilai-nilai yang hanya
menguntungkan sebelah pihak saja. Maka dalam hal ini perwujudan undang-undang
sebagai salah satu sumber hukum, tidak hanya terdapat peran dari anggota partai
politik yang berkuasa atau yang duduk di legislatif saja, namun ini semua melalui
proses yang panjang dan membutuhkan kontrol dari masyarakat yang tergabung
dalam kelompok yang lain.
Dimana dapat ditentukan kelompok sosial
dalam kajian sosiologi? Pada segi struktural masyarakat atau disebut juga
struktur sosial diartikan sebagai keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial
yang pokok yakni kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-keloropok serta lapisan-lapisan sosial.[3]
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik
beberapa permasalahan yang akan menjadi batasan pembahasan dan makalah ini
nantinya, antara lain:
1.
Apakah yang dimaksud dengan kelompok sosial?
2.
Apa arti pembangunan hukum dalam masyarakat?
3.
Bagaimana peranan kelompok sosial dalam
pembangunan hukum?
B. Kelompok Sosial
1. Pengertian Kelompok Sosial
Masyarakat
adalah suatu susunan perhubungan-perhubungan yang tidak hidup terpisah
dari orang-orang yang bersama, yang merupakan bagian dari masyarakat itu, dan
walaupun manusia bertindak dalam suatu rombongan dari pada ia seorang lain
nyata tak timbul suatu hal dari dahulunya tidak ada[4].
Pengertian masyarakat tentunya tidak
terlepas dari gambaran adanya rombongan.
Rombongan dimaksud adalah masyarakat itu sendiri. Dalam masyarakat terdapat
perkumpulan-perkumpulan tertentu yang diadakan untuk memperluas hubungan
manusia yang satu dengan yang lain. Antara hubungan ini yang terpenting adalah
reaksi yang timbul akibat dari hubungan-hubungan tadi. Reaksi tersebutlah yang
menyebabkan tindak seseorang semakin luas.[5]
Tindak lanjut dari hubungan manusia yang semakin
luas tersebut disebabkan oleh karena keinginannya untuk menjadi satu dengan
manusia lain yang berada di sekelilingnya (yaitu masyarakat) dan keinginannya
untuk menjadi satu dengan suasana alam lingkungannya. Kesemuanya itu
menimbulkan kelompok-kelompok sosial atau social groups di dalam
kehidupan manusia.[6]
Kelompok (group) adalah bidup bersama
individu-individu dalam suatu ikatan, yang mana dalam ikatan tersebut terdapat
interaksi sosial dan ikatan organisasi antar anggota masing-masing kelompok
sosial. Sedangkan pengertian kelompok sosial yang dirumuskan Sheriff adalah
suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih individu yang telah
mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur sehingga di antara
individu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang
khas bagi kesatuan sosial tersebut.[7]
Jadi
dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelompok sosial dapat terdiri
atas hanya dua individu seperti suami istri, dan dapat pula terdiri atas
ratusan orang-orang dengan syarat telah terjadi interaksi sosial di antara mereka.
Dengan demikian terdapatlah kelompok sosial
besar dan kecil yang sangat banyak. Kelompok sosial yang besar dan kecil
tersebut dapat diklasifikasikan secara sistimatis berdasarkan pembagian
kelompok sebagai berikut:[8]
a. Gemeinschaft
Dalam
hal ini yang dimaksud dengan gemeinschaft adalah suatu kelompok pergaulan
hidup yang terbentuknya disebabkan oleh faktor kodrat. Umumnya dalam pergaulan
antar anggota dalam kelompok gemeinschaft ini bersifat intim dan kekeluargaan,
klan, suku, bangsa. Untuk kelompok sosial gemeinschaft ini istilah
Indonesia-nya adalah paguyuban.
b. Gesellschaft
Suatu kelompok pergaulan hidup yang
terbentuknya disebabkan oleh kehendak atau keinginan dari anggota kelompok
sendiri atau pimpinan anggota kelompok, untuk mencapai tujuan tertentu misalnya
perkumpulan, perusahaan/badan bukum, partai politik, yayasan, lembaga
pendidikan dan sebagainya.
Pada umumnya ikatan antar anggota kelompok gesellschaft
ini tidak seintim seperti pada kelompok
gemeinschaft. Dalam istilah Indonesia, gesellschaft ini dikenal dengan
nama patembayan.
Dari uraian di atas maka hubungan masyarakat
dalam kelompok tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang
saling pengaruh mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong
menolong. Dengan demikian maka suatu kelompok sosial mempunyai syarat-syarat
sebagai berikut:[9]
1)
setiap warga kelompok tersebut harus sadar bahwa
dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan;
2)
ada hubungan timbal balik antara warga yang satu
dengan warga-warga lainnya (interaksi);
3)
terdapat suatu faktor (atau beberapa faktor)
yang dimiliki bersama oleh warga-warga kelompok itu, sehingga hubungan antara
rnereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, tujuan yang
sama, ideologi politik yang sama, dan Iain-lain;
4)
ada
struktur;
5)
ada perangkat kaidah-kaidah;
6)
menghasilkan
sistem tertentu.
2. Ciri-ciri
Kelompok Sosial
Kelompok sosial memiliki sifat-sifat
atau ciri-ciri yang sedemikian rupa sehingga
berpengaruh terhadap proses interaksi pada tiap pergaulan hidup. Interaksi sosial
adalah suatu proses pengaruh mempengaruhi antar individu dalam suatu pergaulan. Menurut Sheriff terdapat empat ciri
kelompok yang berperan dalam proses interaksi sosial antara lain:[10]
a. adanya
dorongan pada individu-individu sehingga terjadi interaksi sosial;
b.
akibat interaksi yang berlainan karena terjadi
reaksi yang berbeda yang disebabkan kecakapan yang berbeda dan individu yang
terjalin dalam interaksi sosial; sehingga kemudian terbentuk organisasi, struktur
dan norma-norma sosial, dalam suatu kelompok tertentu yang memiliki kekhasan
masing-masing;
c.
pembentukan dan penegasan straktur organisasi
kelompok yang jelas, terdiri atas peranan dan kedudukan sosial, herarkis yang
semakin berkembang dalam usaha pencapaian tujuan. Kemudian disusul dengan
terjadinya pemisahan yang jelas antara usaha dan orang-orang yang termasuk ingroup
and outgroup;
d.
terjadinya penegasan dan peneguhan norma-norma
pedoman tingkah laku anggota kelompok dalam normalisasi tujuan kelompok.[11]
Norma dan pedoman tingkah laku ini, seperti
juga struktur pembagfan tugas anggoianya merapakan norma dan struktur yang khas
bagi kelompok yang bersangkutan. Adanya
ciri-ciri tersebut yang mengalami perkembangan yang berbeda pada tiap
kelompok, maka terdapatlali kelompok-kelompok yang berbeda-beda tergantung
diantaranya pada kemampuan penguasaan lingkungan dalam interaksi sosial
tiap-tiap kelompok tersebut.
3. Norma-norma
Kelompok Sosial
Norma adalah suatu pedoman atau
petunjuk bagi seorang untuk berbuat atau tidak berbuat dan bertingkah laku
sebagaimana mestinya terhadap sesama manusia di dalam lingkungan suatu
masyarakat tertentu.[12]
Sedangkan yang dimaksud dengan norma sosial atau norma kelompok adalah
ketentuan umum tentang tingkah laku anggota-anggota kelompok yang patut atau
tidak patut dilakukan oleh anggota-anggota kelompok dengan ketentuan yang
bersifat perintah-perintah dan larangan-larangan.[13]
Tepat kiranya norma kelompok ini
dipandang sebagai harapan kelompok, ditaati anggotanya. Perbuatan atau perilaku
anggota kelompok yang mentaati norma-norma kelompoknya dianggap perbuatan yang
normal sesuai dengan harapan kelompok, sedangkan yang menyimpang atau melawan
ketentuan yang telah dirumuskan dalam norma
tersebut rnerupakan perbuatan tidak normal yang mana atas perbuatan
tersebut akan menimbulkan reaksi kelompok bersangkutan yang akan ditimpakan
kepada si pelanggar norma. Reaksi atas pelanggaran norma akan berbeda sesuai berat ringannya akibat yang ditimbulkan
atas pelanggaran norma.[14]
Adanya perbedaan reaksi tersebut
maka timbul beberapa macam norma kelompok atau norma sosial. Di antara norma-norma
sosial tersebut adalah norma kesopanan, norma kesusilaan dan norma hukum. Norma
kesopanan dan norma kesusilaan bila dilanggar akan berakibat terhadap si pelanggar
dengan adanya celaan-celaan langsung dari kelompoknya, sehingga yang
bersangkutan merasakan bahwa dirinya tidak disukai oleh kelompoknya. Norma-norma
ini bertujuan untuk mewujudkan ketertiban sedangkan norma hukum fungsinya lebih
istimewa karena pelanggaran atasnya dapat merugikan harta atau bahkan tindakan
paksaan seperti denda, hukuman pembatasan kebebasan, bahkan sampai hukuman
mati.
Norma
hukum ini bertujuan untuk mewujudkan dan menjamin di samping ketertiban juga
keadilan dan dengan faktor sanksi yang terdapat pada norma hukum. Norma hukum
akan mampu mengatur dan mengarahkan kelompok ke arah kehidupan yang
lebih maju dan bahagia. Sehubungan dengan hal tersebut, norma hukum sering
ditampilkan sebagai norma yang mempunyai fungsi sebagai penggerak perkembangan
masyarakat.
C. Arti Pembangunan Hukum Dalam Masyarakat
Pembangunan nasional dalam perjalanannya akan
menimbulkan perubahan-perubahan, baik yang berupa fisik kebendaan, kewilayahan
maupun yang menyangkut tata nilai, cara berpikir, perilaku dan perilaku
masyarakat. Karena itu dalam keseluruhan proses pembangunan, gerak dan
dinamikanya akan selalu timbul berbagai kerawanan, karena munculnya berbagai
benturan kebutuhan, kepentingan dan pandangan hidup masyarakat. Di sini pula
hukum berperan sebagai sarana untuk mencegah konflik. Atau apabila konflik itu
sudah terjadi rnaka hukum berperan sebagai sarana untuk menyelesaikan atau
mengatasi konflik dengan cara damai dan tertib.[15]
Dewasa ini usaha pembaharuan hukum
sedang digalakkan sedemikian rupa untuk pada saatnya berlaku hukum nasional
yang lahir dari citra masyarakat itu sendiri. Pembaharuan yang dilakukan mi
tidak icrlepas dari upaya pembangunan yang dilaksanckan. Suatu proses
pembangunan biasanya dikaitkari dengan pandangan-pandangan yang optimistis,
yang berwujud usaha-usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik
daripada apa yang telah dicapai. Dalam mencapai taraf hidup ini dapatlah
ditempuh cara-cara sebagai berikut:
a. Struktuil,
yang mencakup perencanaan, pembentukan dan evaluasi lembaga-lembaga masyarakat, prosedurnya serta pembangunan
secara materil;
b. Spirituil,
yang meliputi watak dan pendidikan di dalam penggunaan cara-cara berpikir dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.[16]
Gambaran di atas menunjukkan
pentingnya peran masyarakat yang diwujudkan melalui kemauan keras serta
kemampuan untuk memanfaatkan setiap kesempatan bagi kepentingan pembangunan.
Oleh karena itu, masyarakal harus aktif dalam memecahkan masalah-masalah hidup
dan memiliki sikap terbuka bagi pikiran-pikiran dan usaha-usaha baru. Kemudian
pada taraf pelaksanaan, maka ilmu-ilmu sosial dalam hal ini sosiologi berguna
untuk mengadakan identifikasi terhadap kekuasaan-kekuasaan sosial dalam
masyarakat serta mengamat-amati proses perubahan sosial yang terjadi.
Pembangunan yang dilaksanakan
tidaklah cukup hanya dilaksanakan dengan niat baik saja. Hal tersebut harus
dibarengi dengan usaha-usaha lain, misalnya mengindentifikasikan apa yang tidak
atau yang belum ada, apa yang rusak, atau apa salah, apa yang kurang, apa yang
macet dan apa yang mundur ataupun apa yang telah merosot. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut memerlukan pengadaan, pembetulan, penambahan,
pelancaran dan peningkatan secara proporsional.[17]
Oleh karena itulah seringkali dikatakan bahwa di dalam melaksanakan
pembangunan dapat dilakukan dengan mempergunakan berbagai cara, yakni secara
altematif maupun secara kumulatif. Misalnya dengan pembentukan lembaga-lembaga
baru sambil menghapuskan lembaga-lembaga lama atau memberikan fungsi yang baru
pada lembaga-lembaga yang telah ada.
Selain cara di atas, dapat juga dilakukan
penyusunan atau pembentukan infrastruktur fisik yang baru maupun dengan
membentuk pusat-pusat pembangunan. Walaupun demikian, tidak pula dapat
dilupakan bahwa pembentukan watak masyarakat terutama melalui pendidikan
mempakan cara yang hakiki.
Upaya pembangunan ataupun pembinaan
nukum yang dilakukan, perlulah dipandang syarat-syarat sebagai berikut:
a.
Hukum tidak merupakan aturan-aturan yang bersifat
ad-hoc, akan tetapi merupakan aturan-aturan
umum yang bersifat tetap;
b.
Hukum tadi harus diketahui dan jelas bagi para warga
masyarakat yang kepentingan-kepentingannya diatur oleh hukum tersebut;
c.
Dihindari penterapan peraturan-peraturan yang
bersifat retroaktif;
d.
Hukum tersebut harus dimengerti oleh umum;
e.
Tak ada peraturan-peraturan
yang saling bertentangan, baik mengenai satu bidang kehidupan tertentu,
maupun untuk pelbagai bidang kehidupan;
f.
Pembentukan hukum harus memperhatikan kemampuan
para warga masyarakat untuk mematuhi hukum tersebut;
g.
Perlu dihindarkan terlalu banyak perubahan-perubahan
pada hukum, oleh karena warga-warga masyarakat dapat kehilangan ukuran dan
pedoman bagi kegiatan-kegiatannya;
h.
Adanya korelasi antara hukum dengan pelaksanaan
atau penterapan hukum tersebut;
i.
Hukum tadi sah secara yuridis, filosofis maupun
secara sosiologis;
j.
Perlu diusahakan agar hukum tersebut diberi
bentuk tertulis.[18]
Tertibnya fungsi lembaga-lembaga
hukum tergantung pada pembentukan lembaga baru sambil menghapus yang lama atau
pemberian fungsi yang baru pada lembaga yang telah ada. Peningkatan kemampuan
serta kewibawaan aparat hukum berarti mereka terdiri dari orang-orang yang
terlatih dan merasa dirinya terikat pada hukum yang diterapkannya serta membuktikannya
dalam pola-pola keperilakuannya, sehingga akan dapat dijadikan teladan bagi
faktor kepatuhan hukum terhadapnya.
Terakhir perwujudan spirituil dari
pembangunan hukum dapat dilakukan dengan penyuluhan atau pendidikan. Karena
penyuluhan dan pendidikan hukum kepada warga masyarakat banyak menyangkut
faktor pelembagaan dan pengendapan hukum di dalam masyarakat. Artinya dalam hal
ini usaha-usaha terutama diarahkan pada efektifitas hukum dan evaluasi terhadap
efektifitas dari hukum tersebut.
D. Peranan Kelompok Sosial Dalam Pembangunan
Hukum
Struktur dari kerangka-kerangka
hukum jelas berbeda-berbeda dan berubah-ubah sesuai dengan sifat
kelompok-kelompok yang melahirkannya. Dalam hal ini sangatlah penting untuk
membedakan kelompok-kelompok tertentu, menurut kadar persatuannya, dan akhirnya
menurut tujuannya.[19]
Mempelajari kelompok-kelompok sosial
merupakan hal yang penting bagi hukum, oleh karena hukum merupakan abstraksi
daripada interaksi-interaksi sosial dinamis di dalam kelompok-kelompok
tersebut. lnteraksi-interaksi sosial yang dinamis tersebut lama kelamaan karena
pengalaman, menjadi nilai-nilai sosial yaitu konsepsi-konsepsi abstrak yang
hidup di dalam alam pikiran bagian terbesar warga-warga masyarakat tentang apa
yang dianggap baik dan tidak baik di dalam pergaulan hidup. Nilai-nilai sosial
tersebut biasanya telah berkembang sejak lama dan telah mencapai suatu
kemantapan dalam jiwa bagian terbesar warga-warga masyarakat dan dianggap
sebagai pedoman atau pendorong bagi tata kelakuannya. Nilai-nilai sosial yang
abstrak tersebut mendapat bentuk yang konkret di dalam kaedah-kaedah yang merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan.[20]
E. Penutup
Dari
uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Kelompok sosial suatu kesatuan sosial yang
terdiri atas dua atau Iebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial
yang cukup intensif dan teratur sehingga di antara individu sudah terdapat
pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kesatuan
sosial tersebut.
2.
Arti pembangunan hukum dalam masyarakat adalah
masyarakat harus aktif dalam memecahkan masalah-masalah hidup dan memiliki
sikap terbuka bagi pikiran-pikiran dan usaha-usaha baru. Kemudian pada taraf
pelaksanaan, maka ilmu-ilmu sosial dalam hal ini sosiologi berguna untuk
mengadakan identifikasi terhadap kekuasaan-kekuasaan sosial dalam masyarakat
serta mengamat-amati proses perubahan sosial yang terjadi.
3.
Peranan kelompok sosial dalam pembangunan hukum
adalah kelompok sosial yang telah berkembang sejak lama dan dapat mencapai
suatu kemantapan dalam jiwa bagian terbesar warga-warga masyarakat, dapat
membentuk pedoman atau pendorong bagi tata kelakuan masyarakat lainnya.
Nilai-nilai sosial yang abstrak yang terbentuk tersebut mendapat bentuk yang
konkret di dalam kaedah-kaedah interaksi kelompok sosial yang merupakan bagian
dari kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Oleh karena, perwujudan dan perilaku
antar anggota kelompok sosial memiliki kecenderungan yang dihasilkan
berdasarkan pergaulannya pada kelompok sosial tersebut, untuk menyusun
perbaikan hukum yang termasuk dalam kerangka pembangunan hukum diperlukan
kelompok-kelompok sosial yang padu dan memiliki tujuan yang konkret dalam
pembangunan hukum yang diarahkan dalam pembangunan secara struktuil dan
spirituil.
Daftar Pustaka
Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, Rineka Cipta, Jakarta:
1994
C.F.G.
Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, 1991
J.C.T. Simorangkir, dkk., Ramus Hukum, Cetakan Ketujuh, Sinar
Grafika, Jakarta, 2002.
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.
Ronny
Hanitijo Soemitro, Masalah-masalah Sosiologi Hukum, Penerbit Sinar Baru
Bandung, 1984
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000
Soedjono,
D., Pokok-pokok Sosiologi Sebagai Penunjang Studi Hukum Alumni Bandung, 1982.
Soerjono
Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum.
PT. Raja Gralindo Persada, Jakarta: 2003
,Sosiologi Hukum dalam
Masyarakat, Rajawali Pers, Jakarta, 1987.
[1] Wacana ini
diangkat dari adanya fungsi hukum yang dikemukakan oleh R. Soeroso. dalam bukunya,
Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hal. 53, yakni
"menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan
masalah-masalah yang timbul".
[2] Ronny
Hanitijo Soemitro, Masalah-Masalah
Sosiologi Hukum, Penerbit Sinar Baru
Bandung, 1984, hal. 75.
[3] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2003, hal. 65.
[4] Soedjono, D.. Pokok-Pokok Sosiologi Sebagai
Penunianv Studi Hukum. Alumni. Bandung, 1982, hal. 36.
[5] Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal. 83.
[6] Ibid., hal. 83.
[7] Soedjono, D., Op.
Cit., hal. 47.
[8] Ibid, hal. 47-48.
[9] Soerjono Soekanto, Op.
Cit., hal. 84.
[10] Soerdjono, D., Op.
Cit., hal. 49.
[11] Dari keempat ciri ini sebagaimana tertuang dalam
bukunya Soedjono, D., Ibid, hal. 50, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Motif yang sama
antar anggota kelompok;
2.
Reaksi dan
kecakapan yang berbeda antara anggota masyarakat;
3.
Penegasan struktur
kelompok;
4.
Penegasan norma-norma kelompok.
[12] J.C.T. Simorangkir, dkk., Kamus Hukum, Cetakan
Ketujuh, Sinar Grafika, Jakarta, 2002 hal. 106-107.
[13] Soedjono, D., Op.
Cit., hal. 63.
[14] Ibid
[15] C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu
Sistem Hukum Nasional Alumni Bandung, 1991, hal. 23.
[16] Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum dalam
Masvarakat. Rajawali Press Jakarta.
1987. hal. 242-243.
[17] Pendapat ini dikemukakan oleh Purnadi Purbacaraka yang
dikutip Soerjono Soekanto Ibid, hal. 244.
[18] Ibid., hal. 245-246.
[19] Alvin S Johnson, Sosiologi
Hukum, Reneka Cipta, Jakarta, 1994, hal. 235.
[20] Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal. 84-85.
* Pernah dimuat di Jurnal Mediasi Fakultas Hukum Unmuha
* Pernah dimuat di Jurnal Mediasi Fakultas Hukum Unmuha